Salah satu karya yang merepresentasikan akar budaya lokal Surabaya ditampilkan melalui motif yang kaya warna dan simbol, yang disusun secara harmonis dalam satu komposisi visual. Warna dasar hitam digunakan sebagai latar untuk mempertegas elemen warna-warni yang menghiasi permukaan kain. Palet warna terang seperti merah muda, hijau limau, biru toska, dan kuning keemasan muncul dengan kuat dan menjadi penanda karakter motif yang tidak hanya hidup, tetapi juga sarat makna.
Motif utama yang paling menonjol dalam karya ini adalah bentuk ikan yang digambarkan secara stilisasi. Tubuhnya memanjang dengan aksen garis dan pola sisik, menegaskan kesan gerakan dan kelenturan. Ikan tidak hanya dihadirkan sebagai bentuk dekoratif, tetapi juga membawa makna simbolik yang penting dalam budaya pesisir. Di banyak tradisi, ikan melambangkan rezeki, ketabahan, dan keberlangsungan hidup; nilai-nilai yang selaras dengan karakter masyarakat Surabaya yang gigih dan adaptif.
Selain ikan, terdapat motif buah dan daun tin yang menjadi ciri khas dari komunitas pembuat. Buah tin, atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai tin dan dalam bahasa Inggris disebut fig, memiliki sejarah spiritual dan sosial yang kuat. Bentuk buah tin ditampilkan dalam variasi warna seperti merah muda dan ungu muda, dengan bentuk bulat oval dan tekstur yang sederhana namun khas. Daunnya digambarkan dengan ciri khas lima jari, menyerupai bentuk aslinya yang mudah dikenali. Motif ini tidak sekadar ditampilkan sebagai simbol alam, melainkan sebagai bagian dari cerita kolektif warga yang pernah bersama-sama menanam dan membagikan bibit pohon tin sebagai bentuk inisiatif sosial.
Motif dedaunan lain yang muncul menyertai buah tin tampaknya dimaksudkan sebagai elemen pengisi ruang yang memperhalus komposisi visual. Daun-daun tersebut memiliki kontur lembut dan teratur, menghadirkan kesan tenang yang menyeimbangkan dinamika motif ikan yang bergerak aktif. Secara visual, unsur flora ini berfungsi sebagai jembatan antara elemen simbolik dan elemen estetika, menambah lapisan makna sekaligus memperkaya struktur pola.
Dalam beberapa bagian, tampak pula pola garis lengkung dan titik-titik kecil yang mungkin terinspirasi dari gerak air atau arus laut. Unsur-unsur ini mempertegas hubungan visual antar-motif, membuat setiap bagian seolah saling terhubung dan tidak berdiri sendiri. Penempatan motif dilakukan secara berirama; tidak terlalu padat namun tetap mengisi ruang dengan seimbang.
Kombinasi dari seluruh elemen ini menggambarkan pendekatan desain yang mengakar pada nilai lokal, namun tetap terbuka terhadap eksplorasi visual. Tidak hanya menampilkan motif khas Surabaya seperti semanggi atau remon, tetapi juga memperkenalkan pendekatan baru dengan memasukkan simbol buah tin sebagai identitas visual komunitas. Penyusunan motif dilakukan secara bebas, tidak kaku terhadap pakem klasik, namun tetap menjaga semangat batik sebagai media ekspresi budaya.
Dalam karya ini, setiap motif hadir bukan sekadar untuk memperindah, tetapi juga untuk bercerita. Ikan, daun, dan buah tin menjadi bagian dari narasi yang lebih besar tentang keberlanjutan budaya, kekuatan sosial, dan harapan akan masa depan yang tetap berakar pada nilai-nilai tradisional.